THE MEANING OF WORD

INDONESIA..
terkadang menjadi hal yang dihindari oleh sebagian orang untuk dibicarakan, tetapi menjadi hal sangat menarik untuk sebagian orang lainnya. Golongan pemuda atau generasi muda yang sangat peduli dengan kondisi Indonesia menjadi kelompok yang menjadikan Indonesia sebagai objek yang menarik untuk dibahas.

INDONESIA..
bukan hanya sebuah kata tetapi juga sebuah makna. Orang yang memandang Indonesia sebagai sebuah makna akan sangat bersemangat ketika mendengar atau membicarakan tentang Indonesia, berbeda halnya dengan orang yang memandang Indonesia hanya sebuah kata akan menganggap Indonesia bukan topik yang bisa dijadikan sebagai bahan diskusi atau pembicaraan.

Fenomena itulah yang (mungkin) membuat topik tentang Indonesia menjadi pembahasan diantara saya dengan ketiga rekan saya yang juga merupakan para pengurus di salah satu organisasi di Bandung. Ketiga rekan saya tersebut adalah ketua, sekretaris jendral, dan kepala bidang OKK di organisasi tersebut.

Pembahasan mengenai Indonesia tersebut dimulai dengan terjadinya demo yang dilakukan oleh masyarakat pada tanggal 4 November 2016 di Jakarta. Kejadian tersebut menjadi topik utama yang dibahas oleh kami. Bagi saya, diskusi tersebut menjadi ajang untuk menambah wawasan, pengetahuan serta pandangan karena dalam diskusi tersebut terdapat berbagai pendapat dalam melihat suatu objek. Tetapi, dalam tulisan ini saya tidak akan membahas mengenai topik yang menjadi pembahasan dalam diskusi tersebut. Pemikiran yang saya coba tuangkan ini berkaitan dengan pelaksanaan dari konsep besar yang menjadi salah satu dasar dari kejadian pada tanggal 4 November 2016, konsep besar tersebut adalah kedaulatan rakyat.

Kedaulatan menurut Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, lebih lanjut dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Dari ketentuan tersebut dapat dilihat dalam menjalankan sistem kenegaraan, Indonesia dijalankan berdasarkan hukum (rechtsaat) dengan menjunjung demokrasi yang diimplementasikan dengan kedaulatan berada di tangan rakyat.

Konsep demokrasi inilah yang menjadi dasar bagi masyarakat untuk menggunakan haknya berupa kebebasan berpendapat. Sebagian orang menganggap hal ini menjadi sesuatu yang baik, sedangkan sebagian orang lainnya menganggap hal ini menjadi sesuatu yang menimbulkan kekacauan. Pendapat terakhir tersebut sejalan dengan ajaran Polybius mengenai siklus bentuk negara dimana demokrasi memiliki dampak kekaucauan (chaos).

Polybius menjelaskan pada awalnya pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat memang baik, karena sangat memperhatikan kepentingan rakyat, dan sangat menghargai persamaan serta kebebasan. Tetapi kemudian lama-kelamaan, kebebasan itu tidak dihargai karena menganggap kebebasan itu merupakan suatu hal yang biasa, malahan mereka ingin bebas sama sekali dari peraturan-peraturan yang ada. Akibatnya lalu timbul kekacauan, kebobrokan, korupsi marajela dimana-mana, sehingga peraturan hukum tidak menjadi kekuatan yang mengikat, bahkan mereka bebas berbuat sesuka hatinya, masing-masing orang ingin mengatur dan memerintah.

Itulah gambaran mengenai dampak demokrasi yang disampaikan oleh Polybius. Disamping itu, terdapat hal positif yang dapat diambil dari demokrasi yang merupakan implementasi dari konsep kedaulatan rakyat yaitu pelaksanaan atau penyelenggaraan Pemilu (Pemilihan Umum yang mencakup pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPRD, dan DPD) di tingkat nasional, Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah yang mencakup pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota) di tingkat provinsi/kabupaten/kota dan Pilkades (Pemilihan Kepala Desa) di tingkat desa.

Penyelenggaraan Pemilu merupakan amanat Pasal 22E UUD 1945, Pilkada yang saat ini bukan merupakan bagian dari Pemilu dampak dari Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan amanat UU No. 1 Tahun 2015 sebagaimana diubah terakhir oleh UU No. 16 Tahun 2016, serta Pilkades yang merupakan amanat dari UU No. 6 Tahun 2014 jo. Permendagri No. 112 Tahun 2014. Ketiga bentuk pemilihan ini diselenggarakan dengan mekanisme pemilihan secara langsung oleh masyarakat. Dalam tulisan memfokuskan lagi pada pemilihan dalam ruang lingkup eksekutif atau penyelenggara pemerintahan.

Esensi dari ketiga bentuk pemilihan tersebut adalah pengisian jabatan bukan sebuah kompetisi, pertandingan atau perlombaan. Esensi inilah yang sering dilupakan oleh masyarakat dalam penyelenggaraan pemilihan tersebut. Mayoritas dari masyarakat mengganggap dalam pemilihan tersebut terdapat pihak yang menang dan yang kalah sama halnya seperti sebuah kompetisi, pertandingan dan perlombaan. Apakah pemikiran tersebut salah? tidak ada yang salah pada pemikiran tersebut tetapi (mungkin) pemikiran tersebut kurang tepat.

netralitas-dan-partisipasi-7gd

Dikatakan sebelumnya, esensi dari pemilihan tersebut adalah PENGISIAN JABATAN, dalam pengisian jabatan tersebut tidak mencari mana yang menang maupun yang kalah karena jabatan merupakan sebuah amanat yang diemban oleh seseorang yang diberikan oleh masyarakat. Lebih-lebih, dalam pengisian tersebut bukan kemenangan yang menjadi tujuan dari diselenggarakannya pemilihan tetapi pelaksanaan dari kepercayaan masyarakat. Pengisian jabatan pun bukan semata-mata dimaknai sebagai pemegang kekuasaan untuk mencapai kepentingannya melainkan maksud dari pengisian jabatan adalah melaksanakan amanat dari apa yang dituangkan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu kesejahteraan umum bagi masyarakat.

Dalam memaknai esensi dari pemilihan ini memiliki dampak yang berbeda-beda. Dalam pemaknaan pemilihan tersebut sebagai kompetisi, pertandingan atau perlombaan akan memberikan dampak yaitu calon-calon yang mengikuti pemilihan tersebut akan menganggap calon-calon lain sebagai lawan, jika hal itu terjadi maka yang diutamakan dalam proses pemilihan adalah mengenai strategi bagaimana bisa mengalahkan lawannya atau pesaingnya bukan berfokus bagaimana secara bersama-sama membangun wilayah yang akan mereka pimpin, yang lebih parah lagi yang ditonjolkan bukan lagi program yang baik melainkan menonjolkan popularitas karena yang dipikirkan hanya kemenangan. Berbeda halnya dengan pemaknaan pemilihan tersebut sebagai pengisian jabatan, maka dampaknya adalah para calon akan memberikan program-program yang dibutuhkan oleh masyarakat bukan lagi terfokus pada popularitas dan akan menjalankan pemilihan tersebut dengan cara-cara mensosialisasikan program bukan lagi melakukan praktik yang dilarang oleh aturan-aturan yang berlaku seperti politik uang.

Disamping pemaknaan pemilihan seperti sebuah kompetisi, pertandingan ataupun perlombaan, terdapat pula pemaknaan pemilihan sebagai kontestasi. Dalam pemaknaan ini muncul beberapa kerancuan, apakah kata kontestasi dari kata kontes atau dari bahasa Inggris yaitu contestation. Karena di Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak terdapat kata tersebut, oleh karena itu memunculkan kerancuan mengenai makna dari kontestasi. Jika mengartikan kontestasi dari kata kontes yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti perlombaan (kecantikan dan sebagainya), pengertian ini sangatlah berbeda dengan esensi dari penyelenggaraan pemilihan tersebut. Berbeda halnya dengan penerapan kata kontestasi dari kata contestation, kata Bahasa Inggris tersebut berarti persaingan yang pemaknaannya dapat menjadi negatif karena arti dari persaingan yaitu sebuah perlombaan atau pertandingan.

Pemaknaan kata ini menjadi sangat penting, karena pelaksanaan akan mengikuti dari pemaknaan kata tersebut yang memiliki dampak cukup besar. Apabila kita bayangkan bagaimana pemaknaan kata Pemilu, Pilkada maupun Pilkades dengan melihat esensi dari pemilihan tersebut yaitu pengisian jabatan untuk kepentingan masyarakat akan meningkatkan kualitas dari pemilihan tersebut.

Kaitan antara penjelasan mengenai makna dari pemilihan tersebut dengan kejadian tanggal 4 November yaitu kejadian tersebut terjadi pada saat penyelenggaraan Pilkada. Jadi (mungkin) timbul pertanyaan: apakah kejadian tersebut menjadi cara salah satu calon untuk mengalahkan calon lain? atau apakah kejadian ini menjadi cara salah satu calon untuk menang? atau apakah kejadian ini menjadi cara salah satu calon untuk mendapatkan simpati? atau apakah kejadian ini tidak ada kaitannya sama dengan penyelenggaraan Pilkada?

saya yakin setiap orang yang peduli akan memiliki jawabannya masing-masing tapi yang perlu direnungkan adalah apakah makna dari pengisian jabatan itu merupakan sebuah pertandingan? Terkadang memaknai sebuah kata akan mempengaruhi arah menyikapi suatu hal.

 

 

Posted in coretan seorang anak | Tagged , , , , , , , , | Leave a comment

The Bomb From The Other Thing

Pada hari kamis tanggal 14 Januari 2016, sebuah terjadi tragedi yang menjadi pusat perhatian publik, 3 titik jalan di Jakarta menjadi target pengeboman oleh manusia-manusia yang (mungkin) tidak berpikir panjang untuk melakukan itu. Saya tidak akan membahas mengenai peristiwa tersebut, tetapi saya mencoba mengaitkan efek dari pengeboman tersebut terhadap objek dari penulisan ini. Tanpa bermaksud untuk tidak bersimpati atas peristiwa tersebut, saya tetap mendoakan yang menjadi korban dalam peristiwa tersebut mendapatkan tempat yang lebih layak di sisi-Nya.

Pada saat peristiwa tersebut terjadi, secara bersamaan diselenggarakan pula proses penyelesaian perselisihan hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta walikota dan walikota secara serentak Tahun 2015 di Mahkamah Konstitusi. Sebagai gambaran, penyelenggaraan pilkada serentak Tahun 2015 ini belum terjadi di seluruh dari di Indonesia hanya terdapat 269 daerah yang menyelenggarakan Pilkada di Tahun 2015.

Pilkada serentak ini baru pertama diselenggarakan Tahun 2015, penyelenggaraan ini merupakan implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi yang memerintahkan untuk dilakukan Pilkada serentak, dimana pelaksanaan pilkada serentak tersebut dilakukan secara bertahap pada Tahun 2015, 2017, 2018, 2020, 2022, 2023 dan akan dilaksanakan secara nasional pada Tahun 2027 berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-undang.

Mayoritas penyelenggaraan Pilkada diselesaikan di Mahkamah Konstitusi karena pasangan calon yang tidak mendapatkan perolehan suara terbanyak tidak dapat menerima hasil dari penetapan Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara. Dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Hal ini menggambarkan bahwa Pilkada masih dipandang sebagai sebuah kompetisi untuk mendapatkan jabatan padahal esensi dari Pilkada adalah pengisian jabatan kepala daerah.

Hal inilah yang perlu dilakukan sosialisasi oleh partai politik sebagai sarana untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat khususnya calon-calon yang akan berpartisipasi dalam Pilkada. Proses penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala daerah disediakan untuk menjaga kualitas penyelenggaraan Pilkada hanya saja lagi-lagi terjadi pergeseran persepsi yang (mungkin) pasangan calon yang tidak mendapatkan perolehan suara terbanyak merasa mereka kalah dalam kompetisi. Jadi, pada faktanya banyak permohonan di Mahkamah Konstitusi yang terlalu dipaksakan hanya sekedar untuk membuat persepsi masyarakat bahwa penyelenggara tidak melakukan tugasnya dengan baik.

Jika memang pemanfaatan sarana proses penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala daerah sesuai dengan tujuan pembentukannya maka permohonan-permohonan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi akan menggambarkan memang proses demokrasi melalui Pilkada tidak menghasilkan kualitas yang baik. Walaupun Mahkamah Konstitusi dalam beberapa putusannya menyatakan bahwa dalam Pilkada maupun Pemilu akan ada kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh para pasangan calon yang sedang berupaya untuk mengisi jabatan tersebut karena Pilkada maupun Pemilu merupakan proses politik yang dikemas dengan kata “demokrasi”.

Terlepas dari penyelenggaraan Pilkada ini, saya hanya akan fokus terhadap proses penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Dimana Mahkamah Konstitusi sedang memeriksa 147 permohonan. Hingga saat ini, Mahkamah Konstitusi telah menyelesaikan 2 persidangan di tiap daerah yang masing-masing persidangan dengan agenda persidangan pendahuluan dan mendengarkan jawaban termohon serta keterangan pihak terkait.

Hal yang menarik dalam proses persidangan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah saat ini adalah mengenai persyaratan pengajuan permohonan yang dibatasi oleh Pasal 158 UU No. 8 Tahun 2015 yang kemudian di atur lebih lanjut dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi. Dalam ketentuan tersebut disebutkan bahwa pada intinya pengajuan permohonan dilakukan jika selisih antara Pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak hanya ( 0,5%; 1,0%; 1,5%; 2,0%). Presentase tersebut dihitung dari perolehan suara dari pasangan calon peraih suara terbanyak serta penentuan presentase tersebut didasarkan atas jumlah penduduk di wilayah tersebut.

Tetapi, secara de facto mayoritas permohonan tidak sesuai dengan ketentuan tersebut. Menurut data dari KPU RI, hanya 9 permohonan yang memenuhi persyaratan pengajuan permohonan tersebut. Mayoritas permohonan tetap diajukan dengan dasar adanya pelanggaran TSM (Terstruktur, Sistematis dan Masif), dimana konsep TSM ini pertama kali dirumuskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PHPU.D-VI/2015.

Konsep ini merupakan perluasan terhadap kewenangan Mahkamah Konstitusi yang mana pada ide pembentukannya, Mahkamah Konstitusi hanya berwenang untuk memeriksa dan mengadili perselisihan yang hanya terbatas pada kesalahan penghitungan suara yang dilakukan oleh KPU sebagai penyelenggara.

Konsep ini dianggap sebagai terobosan yang sangat bagus dari Mahkamah Konstitusi berdasarkan pendapat-pendapat ahli hukum di Indonesia karena dianggap Mahkamah Konstitusi telah keluar dari konsep “Mahkamah Kalkulator” yang mengutamakan keadilan substantif.

Dengan dibukanya ruang tersebut, sejak putusan ini ada hingga saat ini konsep TSM ini menjadi primadona bagi Pemohon untuk mengajukan pengujian keputusan KPU, konsep TSM ini merupakan pelanggaran-pelanggaran yang mayoritas dilakukan oleh pasangan calon peraih suara terbanyak.

Tapi hal yang sering kali tidak disimak dengan cermat oleh masyarakat bahwa konsep ini HARUS BERKORELASI DENGAN HASIL PEROLEHAN SUARA, yang berarti pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan calon yang meraih suara terbanyak maupun KPU haruslah secara SIGNIFIKAN DAPAT MEMENGARUHI HASIL PERINGKAT PEROLEHAN SUARA. Maksud dari pertimbangan tersebut, terdapat selisih dari Pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak yang apabila pelanggaran-pelanggaran tersebut terbukti dalam persidangan maka seharusnya Pemohon yang meraih suara terbanyak.

Secara eksplisit, dalam putusan tersebut sebenarnya Mahkamah Konstitusi telah merumuskan selisih suara antara Pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak sebagai persyaratan pengajuan permohonan walaupun demikian persyaratan ini belum dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan yang mengakibatkan permohonan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi tidak lagi didasarkan pada batas selisih tersebut.

Kemudian pertimbangan tersebut dituangkan dalam Pasal 158 UU No. 8 Tahun 2015 yang secara normatif telah diberlakukan dan mengikat bagi seluruh masyarakat yang akan mengajukan hak konstitusionalnya untuk menguji hasil pemilihan kepala daerah.

Dalam proses penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala daerah serentak Tahun 2015 ini, Pemohon mengindahkan ketentuan ini dengan dasar bahwa ambang batas ini melanggar hak konstitusional warga negara. Cukup masuk diakal karena Mahkamah Konstitusi sebagai The Guardian of Constitution perlu mempertimbangkan aspek keadilan bagi masyarakat yang tertuang dalam konstitusi.

Akhirnya semua terjawab, dalam salah satu persidangan yaitu dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan bupati dan wakil bupati Cianjur Tahun 2015, Termohon (dalam hal ini KPU Cianjur) melalui kuasa hukumnya menyatakan bahwa :

Pertama, menurut hemat TERMOHON ketentuan dalam Pasal 158 UU No. 8 Tahun 2015 yang menetapkan dan membatasi selisih perolehan suara sebagai syarat untuk dapat mengajukan permohonan dalam perkara perselisihan pemilihan bupati dan wakil bupati, bukan sekedar aturan formil prosedural. Menurut hemat TERMOHON aturan tersebut cukup substansial, lebih substansial dari, misalnya ketentuan yang membatasi pengajuan permohonan tidak lebih dari 3 x 24 jam, yang ketentuan terakhir ini sangat dijaga dan diterapkan secara konsisten oleh Mahkamah. 

Kedua, siapapun yang mengajukan diri secara sukarela untuk turut serta sebagai calon dalam pemilihan, dengan perkataan lain setiap pasangan calon, secara yuridis harus dianggap menerima aturan main yang ada, termasuk aturan main mengenai perselisihan hasil pemilihan. Menyangkal validitas atau keadilan suatu aturan kepemilihan yang bisa dikatakan telah disepakati, setelah pemilihan memperlihatkan hasilnya, menurut hemat TERMOHON sulit untuk ditempatkan sebagai upaya untuk membangun sebuah demokrasi konstitusional yang berkualitas. Jika memang ketentuan dalam Pasal 158 UU No. 8 Tahun 2015 dinilai tidak sejalan dengan konstitusi oleh karena menghalangi ditegakkannya keadilan substantif, maka upaya untuk meniadakan ketentuan itu seyogyanya dilakukan lebih awal dengan melakukan judicial review dan hal tersebut dapat diajukan tanpa harus menunda pelaksanaan pemilihan. Sebagai contoh, judicial review terhadap ketentuan yang berkenaan dengan calon tunggal sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 yang dikabulkan oleh Mahkamah. Upaya hukum itu dilakukan di tengah tahapan pemilihan sedang berlangsung, dan dapat diselesaikan oleh Mahkamah tanpa mengakibatkan kekacauan tahapan pemilihan. Dengan tidak menggunakan hak konstitusionalnya untuk mengajukan uji materiil terhadap Pasal 158 ayat (6) UU No. 8 Tahun 2015, maka PEMOHON tidak boleh mendapatkan manfaat atas kesalahannya in casu mempersoalkan ambang batas syarat pengajuan pembatalan hasil pemilihan bupati dan wakil bupati.

Lebih-lebih Mahkamah telah memeriksa dan mengadili pengujian Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51/)PUU-XIII-2015. Dalam putusan aquo, Mahkamah mempertimbangkan:

“Ketentuan Pasal 158 UU 8/2015 dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum atas hasil pemilihan kepala daerah sehingga pasangan calon yang dapat mengajukan permohonan pembatalan hasil pemilihan harus mempunyai perolehan suara yang signifikan.”

Lebih lanjut, Mahkamah menyatakan:

“Terhadap dalil para Pemohon tersebut, menurut Mahkamah, bahwa tidak semua pembatasan serta merta berarti bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang pembatasan tersebut untuk menjamin pengakuan, serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum maka pembatasan demikian dapat dibenarkan menurut konstitusi [vide Pasal 28J ayat (2) UUD 1945]. Menurut Mahkamah, pembatasan bagi peserta Pemilu untuk mengajukan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara dalam Pasal 158 UU 8/2015 merupakan kebijakan hukum terbuka pembentuk Undang-Undang untuk menentukannya sebab pembatasan demikian logis dan dapat diterima secara hukum sebab untuk mengukur signifikansi perolehan suara pemohon.”

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Mahkamah telah menunjukkan Pasal 158 UU No. 8 Tahun 2015 merupakan ketentuan substantif bukan hanya semata-mata yang bersifat prosedural. Hal ini pun menggambarkan ketentuan tersebut ditujukan untuk mencapai keadilan substantif. Dengan demikian, Mahkamah patut untuk secara konsisten menegakkan ketentuan tersebut dalam perkara aquo dengan menegakkan perlakuan yang sama bagi masyarakat. Dan adalah bertentangan dengan prinsip keadilan bilaman dua hal yang sama diperlakukan berbeda. Dengan perkataan lain, Pasal 158 UU No. 8 Tahun 2015 telah mengandung tidak hanya sekedar makna kepastian melainkan pula keadilan.

Ketiga, Mahkamah telah menerbitkan serangkaian peraturan mengenai hukum acara yang mengatur lebih lanjut dan sangat detil ketentuan dalam UU No. 8 Tahun 2015. Menurut pemahaman TERMOHON, isi peraturan Mahkamah tersebut memperlihatkan antara lain bahwa Mahkamah mengukuhkan keberlakuan ketentuan Pasal 158 UU No. 8 Tahun 2015.

Bahwa sebagaimana diketahui, batas selisih perolehan suara yang diatur baik dalam Pasal 156 UU Nomor 8 Tahun 2015 jo. Pasal 6 ayat (2) huruf b PMK 5 tahun 2015 merupakan ketentuan yang dikualifikasikan sebagai ketentuan yang bersifat memaksa (dwingendrecht) yang merupakan ketetuan yang sudah jelas, dan tertutup untuk disimpangi sehingga harus dihormati demi kepastian hukum, andai pun penyimpangan ini dikaitkan dengan pelanggaran-pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif. Sebagaimana yurisprudensi yang bersifat tetap (vaste jurisprudenctie) dari Mahkamah, haruslah berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan suara atau peringkat perolehan suara masing-masing pasangan calon peserta, antara lain sebagaimana pertimbangan Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10-12/PHPU.D-IX/2001 jo. Nomor 41/PHPU.D-VII/2008.

Dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Nomor 41/PHPU.D-VI/2008, menyatakan:

Mahkamah dapat menilai pelanggaran- pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif sebagai penentu putusan dengan alasan pelanggaran yang memiliki tiga sifat itu dapat memengaruhi hasil peringkat perolehan suara yang signifikan dalam Pemilu atau Pemilukada”.

Dari jawaban termohon tersebut dapat disimpulkan bahwa ketentuan Pasal 158 UU No. 8 Tahun 2015 tersebut merupakan ketentuan yang bersifat memaksa dan tidak dapat lagi dipermasalahkan karena upaya hukum yang dapat dilakukan untuk melakukan pengujian ketentuan tersebut adalah judicial review, dimana telah dilakukan dan Mahkamah Konstitusi telah menyatakan ketentuan tersebut merupakan perumusan dari pembentuk undang-undang yang bukan lagi kewenangan Mahkamah Konstitusi.

Jadi pertanyaan yang muncul adalah “Apakah Mahkamah Konstitusi tetap konsisten dengan logika hukum tersebut?atau desakan masyarakat yang berpendapat untuk mengindahkan ketentuan tersebut dapat mempengaruhi logika hukum yang telah dibangun oleh Mahkamah Konstitusi?

Sesuai dengan judul yang saya ambil “The Bomb From The Other Thing”. Mungkin ini akan menjadi bom waktu yang tidak akan memakan korban seperti pengeboman di jakarta beberapa hari lalu tetapi ada potensi akan memberikan efek seperti bom waktu. Tanggal 18 Januari menjadi hari yang cukup krusial karena pada hari itu akan diselenggarakan putusan dismissal yang berarti Mahkamah Konstitusi akan memangkan permohonan yang tidak memenuhi persyaratan formal seperti jangka waktu pengajuan permohonan, legal standing Pemohon, dll.

Putusan ini tidak akan dapat diprediksi karena Hakim Konstitusi yang berjumlah 9 orang memiliki pengetahuan dan keyakinan untuk memeriksa permohonan-permohonan yang sedang diperiksa. Tetapi berdasarkan pengetahuan saya yang masih terbatas ini, saya mencoba untuk merumuskan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada tanggal 18 Januari tanpa mendahului putusan Mahkamah

Pertama, permohonan yang masuk ke dalam putusan dismissal adalah hanya permohonan yang diajukan melewati jangka waktu 3×24 jam sejak keputusan KPU diumumkan. Permohonan yang tidak memenuhi ambang batas selisih sebagai persyaratan pengajuan permohonan tetap dilanjutkan.

Kedua, Permohonan yang masuk ke dalam putusan dismissal adalah permohonan yang tidak memenuhi persyaratan formal yang tercantum dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi seperti permohonan yang melewati jangka waktu pengajuan, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum, dan Permohonan tersebut bukan merupakan kewenangan Mahkamah. Tetapi Permohonan yang tidak memenuhi ambang batas selisih sebagai persyaratan pengajuan permohonan tetap dilanjutkan.

Ketiga, permohonan yang masuk ke dalam putusan dismissal adalah permohonan yang tidak memenuhi persyaratan formal dan juga yang tidak memenuhi ambang batas selisih sebagai persyaratan pengajuan permohonan tetapi hanya terbatas pada permohonan yang selisih suara antara Pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak terlalu jauh dan tidak signifikan.

Keempat,  permohonan yang masuk ke dalam putusan dismissal adalah permohonan yang tidak memenuhi persyaratan formal dan juga seluruh permohonan yang tidak memenuhi ambang batas selisih sebagai persyaratan pengajuan permohonan, dan hanya tersisa 9 permohonan saja.

Dari keempat kemungkinan ini mungkin saja tidak ada satupun yang terjadi karena seperti saya kemukakan diatas bahwa 9 hakim konstitusi memiliki pengetahuan dan keyakinan yang jauh diatas saya.

Terlepas dari seluruh apa yang saya ungkapkan, saya percaya bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi akan tetap konsisten untuk menjaga hak konstitusi masyarakat. The Bomb from the Other Things tidak akan terjadi.

 

Posted in Pemikiran seorang pemuda | Tagged , , , , , , | Leave a comment

HOPE?

Finally, suara kembang api dan petasan pecah tanda berakhirnya tahun 2015 dan berawalnya tahun 2016. Semua orang sorak sorai menyambut datangnya tahun 2016. Gelak tawa dan candaan muncul diantara pesta yang sangat meriah. Memang tahun baru menjadi salah satu momentum seseorang untuk meninggalkan sesuatu yang buruk di tahun sebelumnya dan mengantarkan seseorang memiliki harapan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Apa ada yang salah? tidak pernah ada kata salah bagi harapan. Semua orang memiliki hak untuk memiliki harapan, dan pergantian tahun ini menjadi awal dari seseorang untuk mencapai harapannya.

Tahun 2016 merupakan tahun ke-27 saya hidup di dunia dimana saya sempat berpikir bahwa dunia merupakan sesuatu yang kekal. Apakah saya salah berpikir seperti itu? saya merasa saya tidak salah karena saya berpikir bagaimana saya bisa survive di dunia tanpa berpikir bahwa suatu saat saya akan meninggalkan dunia ini. Pemikiran tersebut akhirnya mulai berubah walaupun belum sepenuhnya saya dapat meninggalkan urusan dunia, yang saya pahami adalah bahwa kita menjalani hidup di dunia hanya untuk mencari bekal untuk akhirat. Dari pemikiran tersebut saya mulai menyadari bahwa saya harus menyeimbangkan kebutuhan dunia dan akhirat maka saya memiliki harapan ingin bahagia dunia dan akhirat.

Tepat beberapa jam sebelum berakhirnya tahun 2015, saya punya keyakinan bahwa saya akan memiliki sesuatu yang lebih baik di tahun 2016 nanti karena apa yang saya lakukan di tahun-tahun sebelumnya sudah mulai terlihat progress nya walaupun hasilnya belum terlihat. Optimisme saya muncul karena orang-orang khususnya orang-orang terdekat yang awalnya ragu dengan apa yang saya lakukan mulai terkikis melihat progress yang mulai terlihat. Perlu menjadi perhatian bahwa tahun demi tahun setiap pergantian tahun saya selalu memiliki harapan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Apa yang terjadi? ternyata pemikiran tersebut tidak cocok untuk saya karena saya stuck pada satu titik dimana harapan yang saya buat setiap pergantian tahun tercapai di tahun itu saya tidak mengembangkan harapan itu untuk menjadi lebih baik.

Beberapa kejadian di tahun 2015 membuat saya berpikir bahwa hidup bukan tentang MENDAPATKAN sesuatu untuk diri kita melainkan tentang MEMBUAT sesuatu untuk orang lain, pada saat itu saya berpikir untuk mendapatkan sesuatu maka pikiran saya selalu berpikir bagaimana cara untuk mendapatkan sesuatu tersebut dan melupakan sesuatu yang telah saya miliki. THAT`S THE FACT!!!!

Salah satu kejadian yang merubah pola pikir saya adalah ketika orang yang sangat saya cintai  diberikan cobaan, saya berpikir bahwa salah satu penyebab dari munculnya cobaan tersebut adalah saya. Saya tidak pernah memberikan perhatian kepada beliau, saya hanya menjadi seseorang yang sangat egois dengan hanya memikirkan diri saya sendiri untuk mendapatkan sesuatu yang saya harapkan. Kejadian tersebut membuat saya sangat terpukul dan akhirnya saya lari dari masalah tersebut karena saya merasa tidak mampu melewati masalah tersebut, saya hanya bisa menyesal kenapa saya tidak memberikan kasih sayang selayaknya beliau memberikan kasih sayang kepada saya. Hingga akhirnya saya sadar bahwa saya tidak boleh lari dari masalah ini, karena masalah itu muncul bukan untuk dihindari melainkan untuk dihadapi bukan hanya sekedar dijalani.

Rasa penyesalan terus menghantui saya hingga saat ini, yang entah apa yang saya bisa lakukan untuk menebus kesalahan yang saya lakukan, yang pada akhirnya saya berusaha untuk membagi waktu, pikiran dan perhatian saya untuk mendampingi beliau dan semua urusan yang sedang saya jalani. Sempat terpikir oleh saya untuk menghentikan seluruh urusan yang sudah saya mulai dan fokus memperhatikan beliau tetapi dalam beberapa kesempatan beliau selalu menyempatkan waktu untuk bertanya mengenai progress dari apa yang saya lakukan karena saya sadari bahwa beliau memiliki harapan agar saya dapat mencapai kesuksesan (walaupun saya tidak mengetahui apa itu kesuksesan dan apa ukurannya).

Ketika saya sudah menjalani dan merenungi kejadian tersebut, saya mulai berpikir bahwa yang saya jalani sekarang ternyata bukan sesuatu yang saya ingin dapatkan sebagaimana harapan saya setiap pergantian tahun, karena usaha yang saya lakukan untuk mendapatkan sesuatu itu merupakan usaha yang saya lakukan berdasarkan passion dan setiap saya berdiskusi dengan rekan atau siapapun, saya selalu mengatakan bahwa apa yang kita lakukan sebaiknya sesuai dengan passion kita, ternyata omongan saya tersebut omong kosong. Seluruh kegiatan atau kerjaan yang saya jalani sekarang bukan passion saya!!!

Saat ini saya sedang menjalani tiga aktivitas berusaha untuk menjadi seorang pengajar, menjadi wirausaha, dan menjadi konsultan hukum. Ternyata ketiga aktivitas tersebut bukan passion saya. Jadi, kenapa saya masih terus fight untuk menjalani ketiga aktivitas tersebut? karena di semua aktivitas tersebut ada mimpi-mimpi orang yang saya sayangi. Menjadi seorang pengajar merupakan mimpi dari orang tua saya, menjadi wirausaha merupakan mimpi dari sahabat saya dan mungkin ibu saya, dan menjadi konsultan hukum adalah mimpi dari ayah saya. Diantara orang-orang yang saya sebutkan tadi terdapat seseorang yang (mungkin) memiliki keinginan atau harapan atau bahkan mimpi agar saya dapat menjadi pengajar, wirausaha, dan konsultan hukum. Dengan demikian, muncullah fighting spirit dalam diri saya untuk terus berjuang dan bertahan karena sekarang saya memiliki tujuan yaitu merealisasikan mimpi-mimpi mereka. Hal yang saya pelajari adalah segala sesuatu itu harus ada tujuan, dari hal kecil sekalipun harus memiliki tujuan. Tujuan itu bukan hanya berarti kita melakukan sesuatu dengan tidak tulus karena membahagiakan seseorang pun merupakan tujuan yang (mungkin) mulia. Ketika kita tidak memiliki tujuan, saya rasa kita tidak akan mengambil makna dari apa yang kita lakukan dan kita tidak akan mengetahui apa yang kita lakukan.

Disamping itu, terdapat satu harapan dari beliau yaitu saya dapat menikah secepatnya. Harapan itu bukan hanya harapan beliau tetapi saya pun memiliki harapan yang sama. Apa yang bisa saya lakukan untuk memenuhi harapan beliau dan diri saya sendiri? saya tidak tahu pasti. Sepengetahuan saya, saya hanya butuh satu pekerjaan tetap untuk dapat bisa memenuhi harapan beliau dan diri saya. Ternyata pemikiran saya kurang tepat, saya terlalu fokus membagi waktu saya untuk seluruh pekerjaan yang saya jalani tanpa memikirkan orang-orang di sekeliling saya.

FSD-Slider.-FamilySmilingjpg-980x360

Tapi apa yang saya lakukan membuat saya mengenal diri saya sendiri, saya jadi menyadari bahwa saya bukan orang yang menyenangkan. Dan yang paling fatal adalah saya berpikir apa yang saya lakukan untuk orang-orang di sekeliling saya ternyata in fact, saya hanya memikirkan diri saya sendiri. Saya tidak memberikan kasih sayang kepada orang-orang terdekat saya. Apa yang saya lakukan sekarang? saya tidak tahu pasti, yang terpikir dalam hati dan pikiran saya hanya satu menjadi orang yang lebih peduli terhadap orang-orang terdekat saya. Presentase pembagian waktu saya bukan lagi pembagian waktu untuk urusan kerjaan tetapi yang utama membagi waktu untuk orang-orang terdekat saya dan waktu untuk memenuhi mimpi mereka.

Di tahun 2016 ini, saya hanya memiliki harapan untuk dapat menjadi orang yang dapat memberikan perhatian, kepedulian, dan kasih sayang kepada orang-orang terdekat karena saya memiliki TUJUAN untuk membahagiakan mereka.

Kesalahan saya ini (mungkin) dapat dijadikan referensi bagi generasi muda agar dapat lebih memikirkan dan peduli terhadap orang-orang disekelilingnya khususnya orang-orang terdekatnya. Jangan dulu berbicara tentang merubah atau mengomentari negara atau bahkan merasa yang paling mengetahui tentang negara. Pikirkan dulu orang-orang di sekeliling. Dan yang terpenting saya selalu meyakini bahwa apa yang kita lakukan harus ada tujuannya, tujuan itu bukan sekedar apa yang akan kita dapat tetapi senyum dari orang-orang disekeliling dan merasa kita bisa menjadi orang yang menyenangkan bagi mereka dapat dikatakan sebagai tujuan.

Hope-593x348

HARAPAN? semua berawal dari sana.

 

 

 

Posted in coretan seorang anak | Tagged , , , , , | Leave a comment

Apa Yang Salah Dari Indonesia?

Terkadang kalimat “Lebih baik saya tidak mengetahui daripada mengetahui tetapi tidak bisa berbuat apa-apa” selalu terlintas ketika kita mempelajari suatu ilmu yang ternyata ilmu membuka pandangan kita bahwa apa yang terjadi saat ini sudah rusak. Lalu pertanyaan yang muncul “apa yang bisa kita perbuat untuk memperbaikinya?”. sebelum menjawab pertanyaan itu harus dijawab terlebih dahulu “apakah kita peduli?”.

Ilustrasi tadi menggambarkan kondisi apa yang saya alami saat ini, terkadang saya ada penyesalan kenapa saya harus melanjutkan studi saya di bidang ilmu hukum setelah saya lulus SMA, tetapi ternyata penyesalan saya ini saya lanjutkan dengan penyelesalan berikutnya kenapa saya memperdalam ilmu hukum tata negara. Entah saya bodoh atau memang saya menyukainya, hingga saat ini saya belum mendapat jawabannya tetapi yang pasti saya menikmatinya.

Dalam memperdalam ilmu ini ternyata saya menyadari bahwa kondisi Indonesia saat ini sudah dapat dikatakan dalam keadaan darurat, semua orang lebih mementingkan kepentingannya dibanding kepentingan yang lebih besar. Terdengar agak tidak realistis ketika saya berharap semua orang tidak mementingkan dirinya sendiri dan peduli akan negara ini. (Mungkin) Saat ini banyak lebih terpikir “negara sudah ada yang mengurusi, mending kita mengurusi urusan kita sendiri” atau “buat apa mikirin negara, toh siapapun pemimpinnya bakal begini-begini saja”. Hal ini yang sering saya dengar ketika saya berdiskusi tentang Indonesia.

Rasa optimis saya bahwa Indonesia dapat diperbaiki ternyata masih ada ketika saya berdiskusi dengan dua orang yang menurut saya masih concern terhadap kemajuan Indonesia. Kedua orang itu merupakan teman pada saat saya menjalani studi di salah satu universitas swasta di Bandung, yang pertama adalah kakak kelas saya dan yang kedua adalah rekan satu angkatan saya sejak SMP yang kemudian bertemu lagi dalam satu almamater di universitas tersebut.

Orang pertama yang saya maksud adalah Michel Toman Indraputra Siahaan. Orang sering memanggilnya Ninno, Ninno merupakan kakak, rekan dan tutor bagi saya dalam mendalami ilmu hukum. Saat ini, Ninno berprofesi sebagai advokat yang berkantor di Bandung yang juga memiliki kantor konsultan bersama saya. Pengalaman beliau dalam berorganisasi pun dapat dijadikan pelajaran oleh saya, yang membuat saya bersyukur adalah beliau tidak ragu untuk memberikan dan mentransfer pengalaman dan ilmu yang beliau miliki kepada saya.

Dalam beberapa kesempatan, saya sering berdiskusi dengan Ninno mengenai Indonesia. Banyak hal yang saya pelajari dari pemikiran Ninno, salah satu kalimat yang selalu pegang hingga saat ini adalah “Kesalahan Indonesia adalah melewatkan salah satu tahap menuju demokrasi, yang hingga saat ini kita belum mengetahui tahap itu karena apabila kita mengetahui tahap itu Indonesia akan menjadi lebih baik”. Kalimat ini yang selalu saya renungkan hingga saat ini karena berdasarkan ilmu yang saya dapatkan sekarang, kalimat tersebut sangat masuk di akal dan sesuai dengan apa yang terjadi saat ini.

Pemikiran tersebut saya kaitkan dengan proses demokrasi yang dijalani setelah era reformasi baru berjalan, dimana demokrasi hanya dimaknai sebagai KEBEBASAN. Makna dari kebebasan inilah yang menurut saya ada salah kaprah dalam pelaksanaannya. Kenapa? karena pemaknaan dari kata kebebasan dari demokrasi itu bukan berarti tidak menghormati dan menghargai keberadaan orang lain.

Indonesia ini merupakan negara hukum yang nyata-nyata tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, ketentuan ini sebenarnya batasan bagi orang-orang untuk melaksanakan kebebasan agar dalam menggunakan hak untuk kebebasannya itu tetap pada koridornya dengan tidak merugikan hak orang lain.

Menanggapi pemikiran Ninno, saya sepakat dengan pemikirannya tersebut bahwa guna mengontrol kebebasan yang sudah kebablasan ini perlu di cari missing link di antara era orde baru dengan era reformasi. Hingga saya berkesimpulan hal yang salah di Indonesia adalah pelaksanaan reformasi, karena seyogianya pemaknaan dari reformasi adalah memperbaiki yang buruk di era sebelumnya bukan menghilangkan semua yang pernah di lakukan di era sebelumnya walaupun hal tersebut baik untuk kepentingan masyarakat. Saya jadi teringat hasil penelitian yang dilakukan oleh Mochtar Lubis bahwa ciri pertama manusia Indonesia adalah hipokrisi atau munafik.

Di samping memberikan pandangan-pandangan baru, Ninno pun memberikan pelajaran kepada saya mengenai kerja keras. Ninno tidak pernah mengajarkan ini kepada saya melalui kata-kata tetapi dalam tindakannya menunjukkan apabila kita bekerja keras pasti akan menghasilkan sesuatu dan yang terpenting adalah “ketika kita mau, kita pasti bisa”. Hal inilah yang diperlukan untuk merubah kondisi Indonesia.

Dalam beberapa kali diskusi dengan Ninno, pandangan saya semakin terbuka ketika Ninno menunjukkan bahwa dalam memandang hukum itu tidak bisa dalam satu arah karena hukum dapat ditinjau dari beberapa arah. Jika berdiskusi tentang Indonesia, Ninno selalu berposisi sebagai oposisi dari objek yang dibicarakan, walaupun bertindak sebagai oposisi, Ninno tidak pernah melihat kelemahan secara personal dari objek yang didiskusikan tetapi mengkritik kebijakan yang dilakukan dengan pikiran kritis. Hal ini yang membuat saya berpikir sebagai orang yang lebih objektif.

Orang yang kedua adalah Perjuangan Hidup Nasional, dari nama saja sudah menggambarkan bahwa dia adalah orang yang memiliki fighting spirit dalam menjalani hidupnya. Sarjana hukum yang banting setir menjadi seorang pengusaha di bidang properti. Walaupun profesinya tidak terlalu bersentuhan dengan hukum tetapi dia masih memiliki keingintahuan tentang hukum dan selalu mengikuti perkembangan kondisi negara.

Saya merasa orang ini memiliki sesuatu yang dapat dijadikan pelajaran bagi saya ketika kami menjalani kegiatan kemahasiswaan di kampus dimana dalam menjalani kegiatan tersebut, dia tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam kegiatan tersebut. Apa yang terjadi? dia membuktikan bahwa jika ada kemauan dan ingin belajar akan mengalahkan ketidakpunyaan pengalaman dan pengetahuan. Hal itu yang membuat saya melihat suatu fighting spirit yang harus dimiliki setiap orang.

Fighting spirit yang dia miliki ditularkan kepada saya, salah satu momen yang membuat saya harus memiliki fighting spirit adalah ketika dia mengetahui kejadian yang menimpa keluarga saya dan sebelumnya dia pun pernah merasakan hal yang sama. Dia memberikan perspektif yang berbeda dalam menghadapi masalah ini. Dia mengajarkan saya bahwa kejadian tersebut bukan sesuatu yang harus ditangisi dan larut dalam kepasrahan tetapi tetap harus dijalani dan selalu berusaha agar orang yang kita sayang merasa bahwa berusaha untuk bertahan hidup adalah sesuatu yang sangat berharga. Bukan hidup untuk diri sendiri tetapi hidup untuk orang yang kita sayangi.

Pelajaran yang dapat diambil dari pengalaman pertemanan antara saya dan dia adalah hidup itu harus memiliki tujuan, seperti yang saya bahas di dalam tulisan saya sebelumnya bahwa tujuan hidup itu untuk membahagiakan orang-orang yang kita sayangi bukan sebatas MENDAPATKAN apa yang kita jalani tetapi MEMBUAT sesuatu untuk orang yang kita sayangi. Lebih dalam lagi MEMBUAT sesuatu itu untuk negara bukan hanya untuk orang-orang di sekitar kita.

Dalam beberapa kesempatan, saya dan dia sering kali berdiskusi tentang hukum dan politik yang bermuara pembicaraan tentang negara. Dalam satu kesempatan, saya menjenguk dia di sebuah rumah sakit di Bandung dan kita berdiskusi tentang sosok Presiden Indonesia saat ini. Dalam diskusi tersebut, kami cukup mengagumi Pak Jokowi karena kami sama-sama melihat bahwa Presiden kita saat ini memiliki kecerdasan yang beliau pergunakan untuk masa depan. Dia mengatakan “Jokowi itu pinter, seperti dalam kasus Budi Gunawan. (Mungkin) dalam kasus Budi Gunawan kenapa bisa sampe rame karena memang Jokowi sudah merencanakan itu”. Pendapat itu membuat saya berpikir bahwa ternyata dia cukup concern juga untuk perkembangan negara.

Dari kedua sosok yang saya kagumi tersebut banyak jawaban terhadap pertanyaan APA YANG SALAH DENGAN INDONESIA? saya hanya mendapatkan sebuah jawaban bahwa Indonesia tidak salah, jadi apa yang salah? manusianya.

Saya hanya berharap masih ada orang-orang muda seperti dua sosok yang saya ceritakan karena saya yakin apabila masih ada orang-orang muda yang seperti kedua sosok tersebut maka Indonesia menjadi sesuatu yang akan dibanggakan untuk diceritakan bagi generasi-generasi selanjutnya.

UnknownSaya pun masih memiliki mimpi untuk dapat bekerja sama dengan kedua orang itu secara bersamaan karena saya yakin kedua orang tersebut dapat membimbing saya untuk MEMBUAT sesuatu yang berguna baik orang lain maupun negara. Beberapa kali saya berusaha untuk meyakinkan mereka agar untuk menulis karena saya yakin tulisan-tulisan mereka akan menginspirasi banyak orang. Tulisan mereka akan menjadi tulisan yang berkualitas untuk dapat MEMBUAT atau bahkan merubah sesuatu. Kenapa saya yakini itu? saya mengutip perkataan Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

For the last, terkadang kepedulian muncul bukan dari diri kita sendiri. Kepedulian muncul ketika kita kehilangan sesuatu. Apa kita baru akan peduli ketika kehilangan sesuatu? setiap orang punya jawaban masing-masing yang pasti penyesalan muncul ketika kepedulian baru muncul ketika kita kehilangan. Apa kita baru peduli ketika Indonesia sudah hancur?

images

 

Hal yang terpenting untuk menjawab pertanyaan “Apa yang salah dengan Indonesia?” adalah negara tidak akan berubah kalo masyarakatnya tidak mau berubah. Seperti yang dikatakan sastrawan Rusia, “Semua orang berpikir untuk mengubah dunia. Tapi tak satupun berpikir untuk merubah dirinya sendiri”.

 

Sedikit mengutip lirik dari Jonsi “Go do, you’ll learn to”. Lakukan sesuatu dan kamu akan belajar sesuatu. Jika tidak melakukan sesuatu tidak akan belajar apa-apa.

 

Posted in Pemikiran seorang pemuda | Tagged , , , , , , | Leave a comment

Orgasm Is Not Always About Sex

Based on understanding of health science, an orgasm is the peak of sexual pleasure. It typically consists of a series of involuntary muscle contractions in the sexual organs, lower pelvic muscles, and the anus. An orgasm is accompanied by the release of endorphins – opioid-like chemicals produced in the brain that give a feeling of euphoria. Both men and women have orgasms. Orgasm has a positive impact on the body and mood. When this orgasm endorphins in the body will go into the blood stream. This hormone can make us feel happy, comfortable and warm. [based on some articles]

This writing is not discuss about sex, however discuss about something that is done which relates to the same feeling when getting satisfaction in sex. Based on health science, you can feel happy, comfortable, warm and have a positive impact on the body and mood like when we getting an orgasm. I think we can feel that not only when we getting an orgams but also we can feel that feeling when we doing something usually related to a hobby, therefore I take the title is Orgasm Is Not Always About Sex. So, in this writing I’ll tell something that I do and I feel happy, comfortable, warm, and have a positive impact on the body and mood like when we got an orgasm. So, analogy that I describe is the feeling of satisfaction and obtained. But it`s not only just we feel satisfaction but also we do that because that our passion.

Firstly, i can feel that feeling when i could play football, I can feel that feeling when i could give some assist to teammates for make a score and entering the ball between the opponents legs. I can feel like when we are getting an orgasm because football is my hobby so when i do this i can feel that feeling. Football is not only about game and sports, but also about passion, satisfaction and pleasure. But this feeling is just for me, perhaps others cannot feel the same like i feel.

Secondly, when i played my finger on the piano keys to produce sound that is pleasing to the ear by a lot of people, there can make me feel very happy, fun and satisfied because it is not only me who enjoy the sound of the piano but also can be enjoyed for many people. I will be very happy at the moment listening to it, are the ones who will feel the same feeling when getting orgasm while listening to the sound of the piano. Playing the piano is not my hobby, but if I play it, I would feel the feeling like when getting an orgasm. So, maybe we can feel like getting orgasm not only doing something related a hobby but also when something that we do will be useful or helpful to many people, it can give satisfaction.

Thirdly, i can get satisfaction, comfortable and warm when I can make a writing in which the text can be useful and provide inspiration for many people, especially the younger generation. Indeed, my writing is not purely from the ideas of my own but there are some other people’s thoughts and also the results of the discussions I had with some of my friends are quite inspiring in writing. On several occasions I often ask some of my friends to start writing to all his thoughts can be useful for many people. I started to pour my thoughts into a post because a woman who has always supported me to give something useful for many people, she should be said  “if you want to make a better writings, you can write something useful and inspiring for many people”. She is zara Shafira..Therefore I always deliver her message to the people who want to start to write, with the hope of this writing is not just a complaint that is often made ​​in social media. Because I think that writing was a work of thought that can be useful and inspired people, it`s not something the media used to blaspheme or discredit a person or group of people. So, i can feel satisfaction and i get a positive mood when i can finish a writing.

fourthly, I was the type of person who likes to discuss. about anything either something serious or something light, so at the moment there are people who discuss and ask opinions to me, and I can give a useful opinion then it becomes something really give satisfaction to me, although it is not all the advice we can give acceptable but the things that make us feel satisfied is when the person is believed to us to tell their story.

The last, at first I aspired to become a lecturer because I can get an orgasm that exceeds orgasm during sex whdownloadich is when I can make people who cannot get through the knowledge I have, in other words, I will feel satisfied at the time of my knowledge into something useful for others. But, I changed my goal to ideals become a lecturer because I am going to promise, any profession that I live with the knowledge I have I should be able to share with others. This change in thinking was influenced by the thought of a young Indonesian statesman, anies baswedan and he told in this book “cita-cita itu harapan dan ia bisa tidak mengikat. Bila cita-citanya tercapai, maka akan disyukuri. Jika belum, maka dievaluasi dan direvisi tetapi janji mengandung kepastian bahwa kita harus melunasinya“. Further, he told “mengubah manusia Indonesia itu sesungguhnya mengubah Indonesia”. His thought made ​​me more confident that Indonesia will advance if education to spearhead change. so, anything live as it relates to education will make me feel a tremendous spirit, This feeling may exceed the satisfaction of an orgasm in sex. and I say this is a life orgasm.

It`s all about me, about my life orgasm..

what`s yours?

I think, the younger generation must have a life orgasm. Don`t just think that it is only possible orgasm sex. Life is too short if we have never enjoyed anything we should be able to enjoy. Something enjoyable that does not have to require a lot of money, time and energy are abundant drained but something that is simple, easy and light sometimes be something that makes us feel the pleasure that cannot be paid by anything, including money. But it is possible, what we are doing for our future or career that we are living a life orgasm.

How wonderful when we love someone, give a sense of caring for someone, or doing small things with people who loved being orgasm in life, because the goal of orgasm in life is to get pleasure and feel happy, comfortable, warm, and have a positive impact on the body and mood.

Indeed, as the younger generation we have to think about the future but that does not mean we cannot enjoy life from now. Life orgasm without realizing it was something new, something we have never done before!

 

Edited by Zara Shafira

Posted in Pemikiran seorang pemuda | Tagged , , , , | 1 Comment

One Man One Vote One Value

#1 PRABOWO-HATTA!

SELAMATKAN INDONESIA! BERSATU PILIH NOMOR SATU! KERJA NYATA UNTUK INDONESIA! INDONESIA BANGKIT! INDONESIA YANG BENAR-BENAR BERDAULAT!

#2 JOKOWI-JK!

SALAM DUA JARI! INDONESIA HEBAT! MEWUJUDKAN MIMPI MASYARAKAT! REVOLUSI MENTAL!

Inilah 4 orang hebat dengan segala tagline-nya yang berusaha mengambil hati masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya. Apapun maksud dan tujuan dari keempat orang ini, yang pasti mereka bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk memikirkan segala permasalahan di Indonesia. tidak hanya itu, mereka bersedia dicaci maki, dijadikan bahan olok-olok, dan dijadikan model dari segala bentuk ekspresi kreatif dari masyarakat Indonesia. “sedih rasanya kalau kami malah menghujat salah satu dari kalian, yang sudah bersedia untuk menjadi pemimpin kami” (Pidi Baiq).

Rabu 9 Juli 2014 menjadi momen yang penting bukan hanya keempat calon pemimpin bangsa tetapi seluruh masyarakat Indonesia, memang belum dapat dipastikan siapa pemimpin yang akan memimpin Indonesia 5 tahun ke depan tetapi momen ini adalah momen dimana seluruh masyarakat menggunakan hak pilihnya untuk Indonesia 5 tahun ke depan. Pada Pilpres 2014 ini hanya diikuti oleh dua pasangan calon dan dipastikan hanya dilakukan satu putaran akibat dari putusan Mahkamah Konstitusi yang memaknai Pasal 6A ayat 3 UUD 1945 bahwa tidak berlaku untuk pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang hanya terdiri dari dua pasangan calon, karena sebelum adanya putusan ini dimungkinkan dilakukan dua putaran walaupun hanya diikuti dua pasangan calon karena amanat UUD 1945  keterpilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden, pasangan calon tersebut harus memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pilpres dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.

 

foto

 

Inilah keempat calon presiden dan wakil presiden Indonesia 2014-2019:

Prabowo Subianto, Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus yang tahun ini berusia 63 tahun.

Hatta Rajasa, Mantan Menteri Koordinator Perekonomian yang tahun ini berusia 61 tahun.

Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta yang saat ini berusia 53 tahun.

Jusuf Kalla, Mantan Wakil Presiden yang saat ini berusia 72 tahun.

Dari keempat tokoh tersebut, Jokowi menjadi calon termuda yang membuat beliau mendapatkan nilai plus karena orang muda dianggap memiliki pemikiran yang lebih kreatif tetapi pasangannya menjadi calon tertua yang mengakibatkan adanya ketakutan dari beberapa kalangan bahwa apabila pasangan ini terpilih maka seluruh kontrol akan ada pada JK karena dari usia yang lebih tua dan memiliki pengalaman sebagai wakil presiden. Berbeda halnya dengan Pasangan Prabowo-Hatta yang memiliki usia yang tidak jauh berbeda dan sudah tidak muda lagi tetapi bukan berarti tidak ada pengaruh anak muda pada pasangan ini, karena Prabowo merekrut orang-orang muda berprestasi dan berdedikasi pada Indonesia pada saat pembentukan partai Gerindra.

Dari kedua pasangan calon ini, orang muda masih memiliki peran dalam pembangunan bangsa Indonesia jadi siapapun yang terpilih orang muda masih memiliki tempat untuk membantu membangun bangsa ini karena tanpa orang muda, cita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara maju hanya sebagai mimpi. Seperti statement Bung Karno “Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia”. Dengan demikian, tepat kiranya apabila para pasangan calon ini memberikan kesempatan bagi para generasi muda untuk turut membangun bangsa ini, tetapi Jokowi pun sebagai bagian dari generasi muda sebaiknya tidak menyingkirkan orang-orang tua seperti layaknya barang yang expired.

Tokoh muda yang cukup menarik perhatian saya saat ini adalah Anies Baswedan, dimana sempat mengikuti konvensi calon presiden dari partai demokrat dan saat ini menjadi juru bicara tim kampanye Jokowi-JK. Tokoh yang sangat concern dengan pendidikan ini mungkin sangat cocok menjadi seseorang yang difokuskan untuk menangani permasalahan pendidikan di Indonesia. Jadi, siapapun presiden yang terpilih layak kah Anies Baswedan menjadi menteri pendidikan?

Pilpres 2014 menimbulkan fenomena baru diantaranya pergeseran bentuk kampanye dari pencitraan dan penokohan menjadi menghujat pasangan lain. Bentuk kampanye ini dimulai dari para pasangan calon itu sendiri yang kemudian menjadi bahan kampanye para tim sukses maupun tim relawan, yang lebih mengkhawatirkan orang-orang muda sekarang lebih senang melihat kekurangan para pasangan calon yang tidak dipilihnya dan menjadikan hal tersebut sebagai lelucon. Tetapi itu adalah hak mereka akibat dari kebebasan berpendapat manusia yang merupakan bagian dari HAM tanpa batas di Indonesia. Dalam kondisi ini saya kembali teringat pesan dari Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama,yang inti dari pesan tersebut adalah “ada dua pilihan untuk menjalani kehidupan sekarang yang diibaratkan seekor ikan yang hanya mengikuti arus maka ikan itu hanya akan menjadi ikan yang murah tetapi kenapa kita tidak menjadi ikan salmon yang melawan arus”. Saya tidak akan menjelaskan korelasi antara pesan ini dengan kondisi sekarang, yang pasti sekarang generasi muda sudah memilih menjadi ikan salmon atau ikan yang murah?

Fenomena selanjutnya yang terjadi adalah meningkatnya partisipasi generasi muda dalam berpendapat maupun menggunakan hak pilihnya, ilustrasi yang menggambarkan fenomena tersebut, yaitu:

  1. “ada salah satu teman yang ngebelain pulang kampung cuma untuk nyoblos dan beberapa temen yang biasanya golput tahun ini semangat banget untuk nyoblos. Ini menunjukkan kalo anak muda udah melek politik dan gak apatis lagi. Golput ga menyelesaikan masalah. satu suara kita pun bisa berpengaruh banget. kalo kalian pengen caprescawapres pilihan kalian menang. ayo jangan golput. dan satu lagi, siapapun caprescawapres pilihan kalian tlg saling menghargai aja. gak perlu ngejatuhin caprescawapres lawan. lebih baik kasih kelebihan caprescawapres pilihan kalian . Tapi gak usah jadi ngumbar2 kejelekan caprescawapres lawan” (A.K)
  2. “Lebih baik diam daripada membuang tenaga menjelaskan suatu hal yg belum tentu bisa dicerna dgn baik oleh orang yg tidak mampu berpikir dgn logika dan akal sehat, yg tidak bisa menerima perbedaan, dan yg hanya mengedepankan fanatisme berlebihan” (K.Z)
  3. “Sekarang, orang kalo ditanya kenapa pilih salah satu pasangan calon pasti jawabnya malah menjelekan pasangan calon lain” (Z.S)

Tiga pendapat dari anak muda tersebut menggambarkan bahwa mulai munculnya generasi muda yang menginginkan Pemilihan Presiden yang fair  dan tidak saling menjelekan satu sama lain karena Pilpres ini bukan berbicara menang atau kalah tapi siapa yang lebih dipercaya mengemban tanggungjawab ini, It`s not about win or lose, it`s all about responsibility. Pendapat diatas juga menggambarkan kesadaran bahwa satu suara itu sangat penting untuk Indonesia 5 tahun ke depan. Semoga kesimpulan yang ditarik ini memang benar bukan semata-mata berpartisipasi dalam Pilpres hanya sebagai gaya hidup anak muda.

“ONE MAN ONE VOTE ONE VALUE” Istilah inilah yang sekarang sedang dicanangkan yang menjadi istilah kepemiluan yang muncul karena sistem noken di Papua, dimana masyarakat menyerahkan sepenuhnya suara mereka kepada kepala suku yang mengakibatkan suara dari kepala suku tersebut mewakili seluruh masyarakat adat. Sistem ini masih berlaku hanya untuk di Papua tetapi tidak dapat diberlakukan di daerah lain walaupun terdapat sistem yang hampir serupa di Nias. Terlepas dari sistem ini, satu suara itu bernilai satu!

Never regret. If it`s good it`s wonderful but if it`s bad it`s experience” (D.Z)

Setelah semua ini berakhir dan terpilihlah pemimpin bangsa, semoga tidak ada lagi statement “saya menyesal sudah memilih dia”!!! Saatnya generasi muda mengatakan “Suatu saat kekurangan pemimpin sekarang akan saya perbaiki pada saat saya memimpin bangsa!”

Tulisan ini tidak membahas mengenai visi-misi para pasangan calon, kekurangan-kelebihan para pasangan calon maupun isu-isu yang menjatuhkan para pasangan calon. Tulisan ini dimaksudkan untuk menggambarkan peran generasi muda dalam Pilpres 2014 yang sudah mulai terlihat baik terlibat secara langsung maupun tidak langsung.

Posted in Pemikiran seorang pemuda | Tagged | Leave a comment

The Real Home Is Family

Sebuah pengalaman amat sangat berharga saya dapat pada Bulan Ramadhan dan lebaran tahun ini. Memang tidak ada yang berbeda dari aktivitas yang saya lakukan dalam menjalani puasa dan merayakan idul fitri tetapi suasana yang saya jalani amat sangat berbeda dari kebiasaan. Kebiasaan yang berbeda disini adalah saya tidak menjalani aktivitas itu semua bersama keluarga saya.

Saya menjalani puasa dan lebaran ini memang berada di rumah yang saya tempati sehari-hari tetapi tidak ada suasana keceriaan di tempat ini hanya ada keheningan yang selalu menemani saya dalam menjalani aktivitas saya. Senang rasanya melihat orang lain dapat berkumpul bersama keluarganya. Keceriaan dan senyuman terlihat pada saat bertemu dan dapat menghabiskan waktu bersama keluarganya. Itulah momen dimana saya disadarkan bahwa saya ternyata amat membutuhkan keluarga saya.

Mungkin dulu saya terlalu egois dengan hanya memikirkan diri saya sendiri, saya tidak pernah berpikir bahwa saya membutuhkan orang tua,kakak dan adik. Saya hanya berpikir bahwa hidup saya itu hanya untuk kesenangan saya sendiri tanpa mempedulikan keluarga saya, saya akan bahagia apabila saya sedang bersama teman-teman saya, tetapi ternyata pemikiran saya itu merupakan sebuah kesalahan yang sangat fatal karena orang tua, kakak dan adik saya sangat mempedulikan saya. Hal ini tersadar pada saat mereka tidak ada di samping saya.

Sedih rasanya menjalani sahur terahir, buka puasa terakhir, sholat ied dan silaturahmi sendirian tanpa ditemani keluarga padahal saya menjalani itu semua di dalam rumah yang disebut orang sebagai tempat yang paling nyaman, tetapi saya tidak merasakan sesuatu yang sangat nyaman. Saya berpikir dengan kondisi seperti ini saya lebih baik tidak berada di dalam bangunan ini karena amat sangat terasa kesedihan yang saya alami, walaupun demikian kondisi ini saya jadikan ajang instrospeksi diri untuk dapat memperbaiki kesalahan saya yang dulu agar dapat memberikan kebahagiaan bagi keluarga saya dan saya yakin walaupun tidak menjalani momen ini secara bersama orang tua, kakak dan adik saya tetap mencintai saya.

Disini lah saya dapat belajar banyak mengenai arti dari sebuah keluarga bahwa keluarga merupakan rumah yang sesungguhnya. Sekarang saya tersadar bahwa tempat yang paling nyaman bukan lah bangunan yang kita tempati tapi keluarga yang selalu memberikan kehangatan.

Betapa beruntungnya orang-orang yang masih dapat berkumpul bersama keluarga di momen-momen yang digunakan untuk kumpul bersama. Pelajaran yang saya dapat pada bulan Ramadhan dan hari lebaran ini adalah sekecil apapun kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Mungkin saya bukan satu-satunya yang mengalami kondisi seperti itu walaupun demikian saya yakin orang-orang yang mengalami kondisi seperti ini pasti menjadikan momen bulan Ramadhan dan lebaran sebagai momen untuk introspeksi diri dan menyadari bahwa keluarga merupakan rumah yang sebenarnya.

Tulisan ini hanya sebuah rangkaian kalimat yang menjadi curahan seorang anak yang memiliki penyesalan karena telah menyia-nyiakan sebuah keluarga. Saya harap tulisan ini dapat berguna bagi setiap anak yang tidak pernah meluangkan waktu untuk keluarga.

Posted in coretan seorang anak | Tagged , , , , | Leave a comment

Young And Dangerous

Sekitar akhir bulan Januari tahun 2013,saya ditawari untuk membangun sebuah kantor konsultan di bidang hukum yang berdomisili di Bandung oleh dua senior saya di kampus. Pada saat itu juga saya langsung tertarik karena dua senior saya ini memiliki konsep yang berbeda dari law firm.

Sebelum membangun kantor ini, kami memiliki kesibukan masing-masing, satu senior saya sudah menjalani dunia advokat sejak tahun 2010 yang tahun ini akan menjadi advokat dan satu lagi senior saya itu bekerja sebagai legal di salah satu perusahaan. Sedangkan saya menjadi seorang freelance yang tidak memiliki pekerja tetap karena saya memiliki cita-cita menjadi seorang dosen. Maka dari itu, kantor ini menjadi “proyek” masa depan kami yang kami mulai dari sekarang. Karena kami beranggapan bahwa suatu saat kami tidak akan bekerja pada orang lain melainkan kami dapat membuka lapangan kerja bagi orang lain. Dari tujuan itulah kami mulai membangun kantor konsultan ini dari sekarang. kami menamakan kantor ini “Parahyangan Consultant Group”.

Banyak orang yang memandang kami sebelah mata tetapi hal itu lah yang membuat jiwa muda kami semakin tertantang untuk membuktikan bahwa kami akan memiliki kantor konsultan yang berintegritas. Kantor ini tidak hanya bergerak di bidang hukum tetapi kami memiliki rencana untuk mencakup semua bidang yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Kami sempat terhenyak ketika kantor ini baru memulai, ternyata sudah ada beberapa klien yang membutuhkan jasa kami. Seiring berjalannya waktu, kami menemui seorang klien yang umurnya sekitar 50-60 tahun. Pada saat pertemuan pertama sesuai dengan dugaan kami, klien tersebut memandang remeh kami karena dianggap kami terlalu muda. Dari situlah jiwa muda kami semakin memuncak karena kami sebagai orang muda ingin membuktikan bahwa orang muda akan mampu menjalankan semua tantangan.

Pada pertemuan kedua, akhirnya kami dapat membuktikan bahwa orang muda memiliki kemauan dan kemampuan untuk menghadapi tantangan. Setelah pertemuan itu, klien kami selalu menghubungi kami untuk segera menjalankan pekerjaan yang diperlukan oleh klien tersebut.

Saya pun kembali teringat dari perkataan seorang klien saya terdahulu pada saat saya berada di sebuah Lembaga Bantuan Hukum, beliau berumur sekitar 60 tahun dan berkata “Indonesia akan maju apabila manusia seangkatan saya dimusnahkan dari muka bumi ini”. Perkataan tersebut selalu tersimpan dalam pikiran saya.

SoekarnoDari dua ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa saat ini orang muda yang akan membangun bangsa!!ketika generasi muda memiliki visi dan misi yang sama untuk membangun bangsa maka bangsa ini pun akan kembali menjadi bangsa yang disegani oleh masyarakat dunia. Apabila kita cermati, mantan Presiden pertama RI, Ir. Soekarno pernah mengeluarkan statement tentang pemuda yaitu “Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia”

Banyak tantangan yang dihadapi oleh generasi muda untuk membuktikan statement Bung Karno tersebut diantaranya adalah ketidakpercayaan diri untuk memulai sesuatu yang bermanfaat bagi bangsa dan negara serta masih banyaknya pandangan sebelah mata dari kalangan orang yang lebih tua dan diantara generasi muda itu sendiri.

Tantangan selalu menimbulkan resiko tetapi perlu diingat “no risk no fun” ketika tidak ada resiko, kita tidak akan berjuang untuk menghadapi tantangan tersebut dan memilih diam di zona aman. Padahal tantangan yang menimbulkan resiko itu sesuatu yang menyenangkan karena pada saat kita jatuh banyak sekali pengalaman dan pelajaran yang kita dapat untuk menjadi sesuatu yang lebih baik.

Soekarno 1Pada saat generasi muda mulai bertindak akan mimpinya maka semua tantangan tidak lagi dianggap sebagai halangan tetapi akan dianggap sebagai “pemanis” dalam menjalankan mimpinya maupun mimpi Bung Karno. Seperti statement Bung Karno “Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia”. Pesan Bung Karno tersebut yang harus dimaknai oleh para generasi muda bahwa generasi muda tidak hanya cuma bermimpi tapi harus bertindak untuk mencapai mimpi itu.

Sudah saatnya generasi muda melakukan tindakan-tindakan untuk keluar dari zona aman dan menghadapi tantangan tersebut guna membuktikan bahwa saatnya yang muda yang mengubah dunia!! jangan hanya menunggu menjadi orang tua tetapi mulai dari sekarang (saat muda) bertindak dan mulai menghadapi semua tantangan!

Pengalaman yang berharga bukan di dapat dari pengalaman orang tua tetapi pengalaman yang kita alami sendiri karena kita menjalankan resiko yang ada di depan mata! Pernahkah kita membayangkan pada saat kita tua nanti kita menyesal karena kita tidak berani untuk memulai sesuatu pada saat kita muda?pernahkah kita membayangkan pada saat tua nanti kita hanya melihat bangsa ini semakin hancur?

Bayangan-bayangan itulah yang harus kita perhitungkan dari sekarang. Ini hanya sebuah pemikiran seorang generasi muda yang berusaha untuk menghadapi tantangan dari sekarang. Memang belum terbukti apakah teori-teori ini akan berhasil tetapi yang pasti saya sudah mencoba mengambil resiko untuk menghadapi tantangan yang ada di depan!

Saya pun selalu mengingat pesan dari Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama,yang inti dari pesan tersebut adalah “ada dua pilihan untuk menjalani kehidupan sekarang yang diibaratkan seekor ikan yang hanya mengikuti arus maka ikan itu hanya akan menjadi ikan yang murah tetapi kenapa kita tidak menjadi ikan salmon yang melawan arus”. Saya berpikir pesan ini sangat bermanfaat bagi generasi muda.

Seperti yang saya katakan tadi bahwa sebagai generasi muda jangan hanya berada di zona aman tetapi harus berani untuk melawan arus yang sangat beresiko. Pada saat kita melawan arus itu dan tetap bertahan maka kita akan menjadi generasi muda yang berkualitas seperti ikan salmon.

Young and Dangerous” jangan hanya menjadi sebuah tagline tetapi harus menjadi kenyataan yang menggambarkan bahwa generasi muda adalah generasi yang dapat mengubah dunia!

Posted in Pemikiran seorang pemuda | Tagged , , , , | 1 Comment

Potret hukum dari kacamata seorang pengkhayal

Pada tanggal 19 Januari 2013, seorang advokat hebat menjadi pemateri dalam sebuah pelatihan profesi di Bandung. Di sela-sela pemberian materi, beliau bercerita mengenai keponakannya yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Beliau bercerita bahwa keponakannya tersebut sudah bercita-cita menjadi seorang advokat hebat karena melihat sosok dari pamannya yang terlihat memiliki semua yang didambakan anak tersebut. Dari cerita itu, beliau memberikan gambaran bahwa saat ini bidang hukum sudah tidak lagi menjadi pilihan kedua tetapi sudah menjadi bidang yang sangat diminati oleh generasi-generasi muda.

Apa yang menjadi alasan para generasi-generasi muda sekarang ini hendak memilih bidang hukum?apakah profesi-profesi hukum dapat menghasilkan materi yang berlimpah?atau berpikiran bahwa bidang hukum merupakan bidang yang harus diperbaiki dan dibenahi agar menjadi bidang yang harus kembali pada tujuannya?

pertanyaan inilah yang harus dijawab oleh calon mahasiswa fakultas hukum, karena niat seorang calon mahasiswa hukum dalam menimba ilmu akan mengiringi mahasiswa tersebut dalam mempergunakan ilmu yang di dapat dari fakultas hukum.

apabila kita melihat kondisi perkembangan masyarakat, mayoritas masyarakat beranggapan bahwa materi berlimpah merupakan sesuatu yang menjadi cita-cita hidup manusia. Hal ini lah yang sangat mempengaruhi penegakan bidang hukum. Salah seorang guru besar hukum mengatakan bahwa sekarang prinsip dari seorang advokat (salah satu profesi di bidang hukum) adalah win the case. Prinsip inilah yang kemudian berkembang di dalam niat dari para calon-calon advokat yang merupakan lulusan dari fakultas hukum. berdasarkan sejarah, dahulu prinsip dari seorang advokat adalah truth of justice, yang berarti bahwa membela seseorang untuk mendapatkan keadilan. Tapi mungkin karena adanya tekanan-tekanan ekonomi, prinsip tersebut berubah menjadi win the case yang berarti akan menghasilkan pemasukan buat orang tersebut.

potret tersebut merupakan salah satu contoh dari perubahan prinsip. Contoh lain yang menggambarkan bahwa hukum adalah bidang yang sangat diminati untuk mendapatkan materi yang berlimpah adalah banyak hakim-hakim yang sudah menggunakan “harga” untuk mengeluarkan putusan. Memang tidak semua hakim seperti itu, masih banyak pula hakim yang menjunjung tinggi kemuliaan dari seorang hakim itu sendiri yang masih berpegangan bahwa hakim merupakan seseorang yang sangat terhormat dan salah satu pilar terpenting dalam menegakkan justice.

Hal itu lah yang membuat muncul statement “hukum itu hanya untuk orang-orang yang memiliki uang”, apakah salah statement tersebut? jelas sangat keliru, karena hukum itu alat bagi semua orang tanpa melihat status,kondisi atau keadaan seseorang untuk mendapatkan keadilan. pertanyaan lebih lanjut adalah apakah orang-orang yang mengeluarkan statement itu dengan melihat kondisi saat ini salah? inilah pertanyaan yang harus direnungkan oleh semua orang yang bergerak dalam bidang hukum dan pertanyaan ini menjadi tantangan bagi seluruh sarjana-sarjana hukum yang terhormat untuk membuktikan bahwa statement tersebut keliru.

mungkin saya seorang pengkhayal yang memiliki angan-angan ingin melihat hukum kembali kepada tujuannya bukan hanya sekedar lahan yang basah bagi orang untuk mendapatkan materi yang berlimpah dengan mengesampingkan salah satu tujuan hukum yaitu KEADILAN.

Saya selalu mengingat kata-kata dari salah satu guru besar di fakultas hukum tempat saya menimba ilmu yang pernah mengatakan bahwa menerapkan hukum harus menggunakan hati nurani. Sulit memang rasanya menjalankan pesan dari guru besar tersebut dengan melihat kondisi hukum saat ini.

Mungkin inilah faktor yang sangat mempengaruhi kondisi hukum saat ini ketika hati nurani tidak lagi dijadikan prioritas dalam menegakkan hukum karena saat ini prioritasnya adalah uang yang membuat hukum itu menjadi lahan masyarakat untuk memperkaya kebutuhan duniawi. Mungkin paradigma inilah yang membentuk sistem dalam menegakkan hukum dimana segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum akan selesai apabila diselesaikan dengan uang. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa sistem yang digunakan dalam menegakkan hukum di Indonesia itu yang salah tapi apabila dicermati, sistem itu dibentuk oleh manusia-manusia  untuk menjalankan sesuatu.

Saya sering kali diberikan pesan oleh orang-orang yang telah sukses dalam bidang hukum, “jaman sekarang jangan sok-sok idealis tapi harus realistis”. Pesan tersebut yang menggambarkan bahwa pemikiran-pemikiran seorang yang memiliki mimpi untuk menjadikan hukum ke tujuannya akan berakhir menjadi seorang pecundang. benarkah seperti itu?

tapi saya masih yakin bahwa sistem yang telah dipengaruhi oleh budaya masyarakat Indonesia ini akan dapat dikembalikan kembali ke sistem penegakkan hukum yang ideal dan sesuai fungsinya. sistem ini ibarat arus yang sangat besar dan orang-orang muda adalah ikan-ikan yang berada di arus tersebut.

pertanyaan yang sempat dikeluarkan oleh wakil gubernur DKI Jakarta saat ini yaitu Ahok, “apakah kita mau menjadi ikan mati yang hanya bisa mengikuti arus?atau kita mau menjadi ikan salmon yang melawan arus dan menjadi ikan yang mahal?”. Pertanyaan ini harus dijawab oleh generasi muda berdasarkan tujuan hidupnya.

Keyakinan saya itu didasarkan dengan masih banyaknya generasi-generasi muda yang memiliki idealisme tinggi untuk mengembalikan hukum kembali ke tujuannya yang berusaha untuk memperbaiki dan membangun kembali negara ini melalui bidang hukum.

Pemikiran saya, hukum ini merupakan dasar dari kebangkitan negara ini karena Indonesia merupakan negara hukum yang sudah ditekankan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Jadi, apabila hukum telah kembali ke tujuannya maka hukum akan kembali menjadi tiang dalam membangun negara ini.

Posted in Pemikiran seorang pemuda | Tagged , , , | Leave a comment

Fajar Ramadhan? The great name for the wrong man?

What’s in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet” -William Shakespeare, seorang sastrawan Inggris-

Seorang anak laki-laki lahir pada tanggal 30 Maret 1989 yang diberi nama Fajar Ramadhan. Kedua orang tuanya memberikan nama tersebut agar buah hatinya menjadi seorang laki-laki yang dapat memberikan penerangan di kegelapan. Fajar itu memiliki arti cahaya kemerah-merahan di langit sebelah timur pada saat menjelang matahari terbit sedangkan Ramadhan merupakan bulan suci umat islam. Sesuai dengan arti dari namanya, anak laki-laki tersebut diharapkan dapat membanggakan kedua orang tuanya melalui penerangan yang dia berikan di kala kegelapan itu muncul.

Anak tersebut bertumbuh hingga menjalani masa kanak-kanaknya yang indah dan makna dari nama tersebut masih dipergunakan dengan baik oleh anak tersebut. Anak tersebut menjalani masa kanak-kanaknya di lingkungan islam yang cukup kuat, salah satu contoh yang memperlihatkan makna dari nama tersebut telah masuk ke dalam darah anak tersebut adalah rajinnya anak tersebut ke masjid untuk mengumandangkan adzan yang kemudian mengikuti sholat berjamaah di masjid.

Seiring berjalannya pertumbuhannya, anak tersebut mulai melupakan dan meninggalkan makna dari nama yang diberikan kedua orang tuanya. Anak tersebut mulai memikirkan kesenangan untuk dirinya sendiri tanpa memikirkan harapan-harapan dari orang tuanya. Hal ini amat sangat dipengaruhi oleh lingkungan serta egoisme dari anak tersebut. Cap sebagai tukang adzan mulai hilang dan muncul cap baru yaitu anak yang tidak bisa diatur.

kenakalan-kenakalan remaja mulai dilakukan oleh anak tersebut (tanpa harus disebutkan apa jenis dari kenakalan tersebut), mungkin kedua orang tua anak tersebut dapat maklum apabila masih sebatas wajar tetapi ternyata perbuatan anak tersebut hingga harus berurusan dengan pihak berwajib dan dilakukan dua kali. Setelah merasa perlu perbaikan dalam hidupnya, anak tersebut kembali memaknai arti dari nama yang diberikan kedua orang tuanya.

tetapi anak muda tersebut hanya memaknai arti dari nama tersebut dalam jangka waktu yang sangat singkat sehingga kembalilah kepada keegoisan seorang anak muda. Kewajiban yang sudah seharusnya dijalani umat islam yaitu sholat 5 waktu pun mulai dilupakan tanpa memikirkan manfaat dari ibadah tersebut karena merasa ibadah tersebut hanya dipergunakan apabila kita hendak meminta sesuatu kepada ALLAH.

Pada akhirnya, saat ini anak tersebut mulai memikirkan makna dari nama yang diberikan kedua orang tuanya karena anak tersebut merasa bahwa nama tersebut diberikan bukan tanpa alasan. Nama tersebut diberikan dengan penuh harapan!!!

Pada saat kuliah, anak tersebut memiliki cita-cita menjadi seorang walikota ataupun Hakim Mahkamah Konstitusi tetapi setelah berpikir dengan matang cita-cita anak tersebut hilang dan memunculkan cita-cita baru yang sesuai dengan makna dari namanya yaitu membanggakan kedua orang tua dan keluarga serta bermanfaat bagi orang banyak. Demi menggapai cita-citanya anak tersebut mulai berpikir bahwa tiang dari segala yang dia lakukan adalah sholat 5 waktu dan menyadari sholat bukan untuk meminta sesuatu tetapi mensyukuri yang telah diberikan oleh ALLAH.

Memang hingga saat ini anak tersebut belum sepenuhnya kembali seperti masa kanak-kanak dulu tetapi anak tersebut sedang dalam proses menjalani penerangannya untuk mencapai cita-citanya!

Kalimat william shakespeare tersebut tidak berlaku bagi anak tersebut karena anak tersebut berpikir bahwa nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya memiliki makna yang dapat membimbing anak tersebut menjadi seorang manusia yang baik!

Posted in coretan seorang anak | Tagged , | Leave a comment