INDONESIA..
terkadang menjadi hal yang dihindari oleh sebagian orang untuk dibicarakan, tetapi menjadi hal sangat menarik untuk sebagian orang lainnya. Golongan pemuda atau generasi muda yang sangat peduli dengan kondisi Indonesia menjadi kelompok yang menjadikan Indonesia sebagai objek yang menarik untuk dibahas.
INDONESIA..
bukan hanya sebuah kata tetapi juga sebuah makna. Orang yang memandang Indonesia sebagai sebuah makna akan sangat bersemangat ketika mendengar atau membicarakan tentang Indonesia, berbeda halnya dengan orang yang memandang Indonesia hanya sebuah kata akan menganggap Indonesia bukan topik yang bisa dijadikan sebagai bahan diskusi atau pembicaraan.
Fenomena itulah yang (mungkin) membuat topik tentang Indonesia menjadi pembahasan diantara saya dengan ketiga rekan saya yang juga merupakan para pengurus di salah satu organisasi di Bandung. Ketiga rekan saya tersebut adalah ketua, sekretaris jendral, dan kepala bidang OKK di organisasi tersebut.
Pembahasan mengenai Indonesia tersebut dimulai dengan terjadinya demo yang dilakukan oleh masyarakat pada tanggal 4 November 2016 di Jakarta. Kejadian tersebut menjadi topik utama yang dibahas oleh kami. Bagi saya, diskusi tersebut menjadi ajang untuk menambah wawasan, pengetahuan serta pandangan karena dalam diskusi tersebut terdapat berbagai pendapat dalam melihat suatu objek. Tetapi, dalam tulisan ini saya tidak akan membahas mengenai topik yang menjadi pembahasan dalam diskusi tersebut. Pemikiran yang saya coba tuangkan ini berkaitan dengan pelaksanaan dari konsep besar yang menjadi salah satu dasar dari kejadian pada tanggal 4 November 2016, konsep besar tersebut adalah kedaulatan rakyat.
Kedaulatan menurut Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, lebih lanjut dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Dari ketentuan tersebut dapat dilihat dalam menjalankan sistem kenegaraan, Indonesia dijalankan berdasarkan hukum (rechtsaat) dengan menjunjung demokrasi yang diimplementasikan dengan kedaulatan berada di tangan rakyat.
Konsep demokrasi inilah yang menjadi dasar bagi masyarakat untuk menggunakan haknya berupa kebebasan berpendapat. Sebagian orang menganggap hal ini menjadi sesuatu yang baik, sedangkan sebagian orang lainnya menganggap hal ini menjadi sesuatu yang menimbulkan kekacauan. Pendapat terakhir tersebut sejalan dengan ajaran Polybius mengenai siklus bentuk negara dimana demokrasi memiliki dampak kekaucauan (chaos).
Polybius menjelaskan pada awalnya pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat memang baik, karena sangat memperhatikan kepentingan rakyat, dan sangat menghargai persamaan serta kebebasan. Tetapi kemudian lama-kelamaan, kebebasan itu tidak dihargai karena menganggap kebebasan itu merupakan suatu hal yang biasa, malahan mereka ingin bebas sama sekali dari peraturan-peraturan yang ada. Akibatnya lalu timbul kekacauan, kebobrokan, korupsi marajela dimana-mana, sehingga peraturan hukum tidak menjadi kekuatan yang mengikat, bahkan mereka bebas berbuat sesuka hatinya, masing-masing orang ingin mengatur dan memerintah.
Itulah gambaran mengenai dampak demokrasi yang disampaikan oleh Polybius. Disamping itu, terdapat hal positif yang dapat diambil dari demokrasi yang merupakan implementasi dari konsep kedaulatan rakyat yaitu pelaksanaan atau penyelenggaraan Pemilu (Pemilihan Umum yang mencakup pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPRD, dan DPD) di tingkat nasional, Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah yang mencakup pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota) di tingkat provinsi/kabupaten/kota dan Pilkades (Pemilihan Kepala Desa) di tingkat desa.
Penyelenggaraan Pemilu merupakan amanat Pasal 22E UUD 1945, Pilkada yang saat ini bukan merupakan bagian dari Pemilu dampak dari Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan amanat UU No. 1 Tahun 2015 sebagaimana diubah terakhir oleh UU No. 16 Tahun 2016, serta Pilkades yang merupakan amanat dari UU No. 6 Tahun 2014 jo. Permendagri No. 112 Tahun 2014. Ketiga bentuk pemilihan ini diselenggarakan dengan mekanisme pemilihan secara langsung oleh masyarakat. Dalam tulisan memfokuskan lagi pada pemilihan dalam ruang lingkup eksekutif atau penyelenggara pemerintahan.
Esensi dari ketiga bentuk pemilihan tersebut adalah pengisian jabatan bukan sebuah kompetisi, pertandingan atau perlombaan. Esensi inilah yang sering dilupakan oleh masyarakat dalam penyelenggaraan pemilihan tersebut. Mayoritas dari masyarakat mengganggap dalam pemilihan tersebut terdapat pihak yang menang dan yang kalah sama halnya seperti sebuah kompetisi, pertandingan dan perlombaan. Apakah pemikiran tersebut salah? tidak ada yang salah pada pemikiran tersebut tetapi (mungkin) pemikiran tersebut kurang tepat.
Dikatakan sebelumnya, esensi dari pemilihan tersebut adalah PENGISIAN JABATAN, dalam pengisian jabatan tersebut tidak mencari mana yang menang maupun yang kalah karena jabatan merupakan sebuah amanat yang diemban oleh seseorang yang diberikan oleh masyarakat. Lebih-lebih, dalam pengisian tersebut bukan kemenangan yang menjadi tujuan dari diselenggarakannya pemilihan tetapi pelaksanaan dari kepercayaan masyarakat. Pengisian jabatan pun bukan semata-mata dimaknai sebagai pemegang kekuasaan untuk mencapai kepentingannya melainkan maksud dari pengisian jabatan adalah melaksanakan amanat dari apa yang dituangkan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu kesejahteraan umum bagi masyarakat.
Dalam memaknai esensi dari pemilihan ini memiliki dampak yang berbeda-beda. Dalam pemaknaan pemilihan tersebut sebagai kompetisi, pertandingan atau perlombaan akan memberikan dampak yaitu calon-calon yang mengikuti pemilihan tersebut akan menganggap calon-calon lain sebagai lawan, jika hal itu terjadi maka yang diutamakan dalam proses pemilihan adalah mengenai strategi bagaimana bisa mengalahkan lawannya atau pesaingnya bukan berfokus bagaimana secara bersama-sama membangun wilayah yang akan mereka pimpin, yang lebih parah lagi yang ditonjolkan bukan lagi program yang baik melainkan menonjolkan popularitas karena yang dipikirkan hanya kemenangan. Berbeda halnya dengan pemaknaan pemilihan tersebut sebagai pengisian jabatan, maka dampaknya adalah para calon akan memberikan program-program yang dibutuhkan oleh masyarakat bukan lagi terfokus pada popularitas dan akan menjalankan pemilihan tersebut dengan cara-cara mensosialisasikan program bukan lagi melakukan praktik yang dilarang oleh aturan-aturan yang berlaku seperti politik uang.
Disamping pemaknaan pemilihan seperti sebuah kompetisi, pertandingan ataupun perlombaan, terdapat pula pemaknaan pemilihan sebagai kontestasi. Dalam pemaknaan ini muncul beberapa kerancuan, apakah kata kontestasi dari kata kontes atau dari bahasa Inggris yaitu contestation. Karena di Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak terdapat kata tersebut, oleh karena itu memunculkan kerancuan mengenai makna dari kontestasi. Jika mengartikan kontestasi dari kata kontes yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti perlombaan (kecantikan dan sebagainya), pengertian ini sangatlah berbeda dengan esensi dari penyelenggaraan pemilihan tersebut. Berbeda halnya dengan penerapan kata kontestasi dari kata contestation, kata Bahasa Inggris tersebut berarti persaingan yang pemaknaannya dapat menjadi negatif karena arti dari persaingan yaitu sebuah perlombaan atau pertandingan.
Pemaknaan kata ini menjadi sangat penting, karena pelaksanaan akan mengikuti dari pemaknaan kata tersebut yang memiliki dampak cukup besar. Apabila kita bayangkan bagaimana pemaknaan kata Pemilu, Pilkada maupun Pilkades dengan melihat esensi dari pemilihan tersebut yaitu pengisian jabatan untuk kepentingan masyarakat akan meningkatkan kualitas dari pemilihan tersebut.
Kaitan antara penjelasan mengenai makna dari pemilihan tersebut dengan kejadian tanggal 4 November yaitu kejadian tersebut terjadi pada saat penyelenggaraan Pilkada. Jadi (mungkin) timbul pertanyaan: apakah kejadian tersebut menjadi cara salah satu calon untuk mengalahkan calon lain? atau apakah kejadian ini menjadi cara salah satu calon untuk menang? atau apakah kejadian ini menjadi cara salah satu calon untuk mendapatkan simpati? atau apakah kejadian ini tidak ada kaitannya sama dengan penyelenggaraan Pilkada?
saya yakin setiap orang yang peduli akan memiliki jawabannya masing-masing tapi yang perlu direnungkan adalah apakah makna dari pengisian jabatan itu merupakan sebuah pertandingan? Terkadang memaknai sebuah kata akan mempengaruhi arah menyikapi suatu hal.